Sabtu, 23 Oktober 2010

Bid’ah Bukan Jurang Pemersatu


       Bertambah dewasanya zaman ta hanya mengubah rabut yang awalnya hitam menjadi putih, kulit yang asalnya kencang menjadi kendor dan kerut dan merubah kendaraan yang asalnya unta menjadi mobil, lebih dari itu zaman telah mengubah semuanya, menyulap pemikiran manusia yang tadinya kolot menjadi modern. Terlpas dari konteks agama, mereka bis melakukan apa saja mulai dari membuat manusia berotot kekar samapai menjadikan manusia mesin dan seterusmya.
       Dewasa ini manusia ingin mengubah doktrin agama atau ketetapan wahyu ilahi menjadi mandul tak berfungsi. Mereka mengkaji beberapa ayat dari Al-quran tapi tidak diadasari dengan ilmu yang mendorong pendeketan kajian itu. Mengkaji beberapa hadits Nabi tapi ta memahami zaman, sehingga pemahaman mereka sering sekali tak sesuai dengan apa yang diajarkan nabi, sehingga mereka mendahulukan akal logika  mereka sebagai fundamen dalam melaksanakan apa yang diperintahkan oleh agama, p[adahal kiata tahu bahawa tak selamanya logika manusia bisa mencerna maksud ma’na yang terkandung dalam Al-quaran dan Al-hadist. Hal ini bagaikan ucapan seoarang filosof mengatakan “ bagaimana biasa seekor ikan laut bisa terbang sedangkan sementaraikan laut tak punya sayap, kemudian bagaimna seekor burung bisa berenang sedang buerung tidak punya insang dan sirip”. Oarang sepeti diatas bagaimana bisa menggali hokum tanpa menguasai ilmu yang mendukung untuk menggali hokum itu, semua pasti tabuh jika dipaksakan.
     Baru-baru ini dibentangan daratan negeri Indonesia muncul suatu faham yang menamakan dirinya sebagai anti mazhab. Mereka merasa cukup dengan pemikiaran  (hasil logika)   terhadap interfrestasi terhadap Al-quran dan Al-hadist. Mereka tanpa melihat apa yang terdapat dhohir lafat Al-quran dan Al-hadist. Mereka juga mereka juga tidak melihat apa asbabulnuzul  yang melatar belakangi turunya Al-quara  dan asbabulwurud hadist. sehingga berangkat dari kemampuan yang sederhan yang mereka miliki mereka berani untuk mengambil hokum dari dua konteks itu.
    Dalam doktrin mereka, mereka memahami sholat sebagai halnya yang telah ma’lum, tanpa gerakan sebagaimana Nabi ajarkan begitu mereka juga tidak memperhatikan syarat dan bacaan dalam sholat (Sebagaiman yang dilaukan oleh aliran bathiniyah) Mereka juga mengkalaim bahwa doktrin yang diusung para shabat adalah bid’ah. Yang lebih ironi lagi perlu kita tahu bahwa mereka menganggap bahwa mereka yang mengikuti ajaran shobat dan para imam mazhab dianggap sebagai orang yang taglid buta yang menjalan kan bid’ah.
     Lalu bagaimana pendapat mereka tentang hadist nabi yang memerintahkan kita untuk mengikuti para shabat beliau setelah beliau meninggal. Beliau pernah bersabda:
اَصْحَا بِي كَا لنُجُوْم بِاَ يْهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُم
Artinya:    shabatku seperti bimtang-bintang, dimanapun mereka kamu ikuti maka kamu  akan mendapat petunjuk.
   Kita tahu bahwa menggambarkan sebagai bintang. Kita bintang adalah kompas bagi para nelyan atau musyafir dizanan dulu yang bisa menunjukan rah yang diamau atau dituju. Jika saja mereka ditengah-tengah padang pasir atau ditengah-tengah laut mereka menggunakan kompas sebagai penunjuk arah yang mereka mau. Hal ini sama dengan kita yang mengarungi prjalanan ditngah-tengah padang pasir dan lautan tanpa mengikuti para shabat dan ulama’ pasti akan tersesat karana begitu banyak aliran agama dan juga doktrinnya.
   Alangkah hinahnya orang yang seperti diatas tak memahami Al-quran dan hadist  secara proposonal, coba mereka bisa menginterprestasiakn Al-quran surat ambiay’ ayat tuju yang artinya: maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengerti .  penulis mengambil ayat ini karana menurut para ulama’ hadist ini mengandung arti  semua masalah yang tidak diketahu harus ditanyakan kepada parah ualama’ tau shabat.
    Lalu bagaimana batasan bid’ah yang diarang oleh agama?. Menurut mereka yang mehami hadist yang artunya “ sejelek-jeleknya zaman adalah yang baru. Dan setiap yang baru adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan dan setiap kesesatan neraka tempatnya ” . seacara tekstual mereka mendefinisiakn  bid’ah sebagai sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan oleh nabi atau tak ada diamsah nabi. Dengan demikian segala sesuatu yang tidak ada pada masa nabi adalah bid’ah.
     Dalam hadist lain nabi pernah bersabda yang artinya sebagai berikut kurang lebih “Sesuatu yang dianggap oleh orang muslim itu bagus maka bagi allah bagus”. Kalau kita memandang dari hadist ini maka bentu amaliyah-amaliayah yang menurut kita baik itu bisa diamalkan. Seperti tahlilan, sholat tarawih  20  rokaat, qunut dll. Seadng menurut mereka yang memahami secara kontekstual dan tak tergesa-gesa dalam memahami dalil. Akan akan membandingkan hadist satu dengan hadist baik secara tersurat  atau tersirat menyatakan bahwa sesuatu yang baru adalah bid’ah.
   Terlalu dini jika kita langsung mengatakan bid’ah pada setiap amaliyah yang tidak pernah dialakukan oleh nabi pada masanya. Bersikap lentur dan elastis dalam mensikapi masalah yang tumbuh bersaan dengan perkembang zaman. Oelh karana itu benar juga pepatah mengatakan “ ikuti zaman jang terbawa zaman, ikuti zaman tanpa meninggalkan Al-quran”. Sementara mengakaji sedalam munkin dan semampu kita dalam menggali hokum adalah  sanagat signifikan bagi pertumbauahan hokum dan masalah yang semakin berkembang di era ini.
Oleh: ogut medan
Jombang, 03-08-07
PSMS-PERSIK 6-1
      

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda